Selasa, 24 Mei 2016

Pengelolaan Mangrove di Kabupaten Pohuwato

ANALISIS PENGELOLAAN MANGROVE
DI KABUPATEN POHUWATO




















Gambar 1. Tumbuhan Mangrove

Ekosistem mangrove adalah ekosistem yang penting di kawasan pesisir karena fungsinya secara ekologis maupun ekonomis. Ekosistem mangrove juga menjadi penting seiring dengan isu perubahan iklim dan perdagangan karbon, karena ekosistem mangrove menjadi salah satu penyimpan stok karbon yang cukup besar. Peningkatan kepedulian akan ekosistem mangrove dengan melakukan rehabilitasi dan pengelolaan kawasan mangrove meningkat pula. Pada saat ini keanekaragaman mangrove sudah menurun hal ini di sebabkan laju perubahan habitat akibat pembangunan tambak, penebangan hutan, sedimentasi, reklamasi, dan pencemaran lingkungan.
Provinsi Gorontalo memiliki kawasan hutan Desa yang cukup luas tercatat hingga 1.200 ha hutan lindung dan hutan produksi yang tersebar dilima Kabupaten yaitu Kabupaten Gorontalo Utara, Kabupaten Gorontalo, Bone Bolango, Boalemo, dan Pohuwato. Di daerah pesisir pantai juga terdapat ekosistem mangrove seperti yang ada di Kabupaten Pohuwato tepatnya di Kecamatan Paguat Kelurahan Bumbulan, yang saat ini sudah mengalami kerusakan akibat alih fungsi lahan menjadi tambak. Keadaan mangrove yang ada di daerah ini sudah mengalami kerusakan yang cukup memprihatinkan, penyebabnya adalah aktivitas penduduk yang menebang mangrove secara liar. Hal ini dikarenakan banyak penduduk baik yang berasal dari luar daerah maupun penduduk asli di Kecamatan Paguat, belum mengetahui besarnya manfaat dari mengrove untuk kehidupan masyarakat pesisir. Sehingga perlu adanya pengelolaan mangrove yang berkelanjutan untuk mengurangi dampak dari kerusakana mangrove itu sendiri.

Gambar 1. Kondisi Mangrove di Pohuwato

Secara umum banyak masyarakat yang mengabaikan manfaat mangrove, hal ini disebabkan oleh faktor ekonomi atau tingkat pendapatan yang minim sehingga menyebabkan masyarakat menebang pohon mangrove ini dan lebih mengutamakan pada pembuatan tambak.  Kondisi mangrove yang ada di daerah ini sudah sebagian besar rusak karena alihfungsi lahan menjadi tambak. Mangrove berfungsi sebagai pelindung terhadap bencana alam, memelihara iklim mikro yang mampu menjaga kelembaban dan curah hujan kawasan tersebut, sehingga keseimbangan iklim mikro terjaga, dan pengendapan lumpur yang berhubungan erat dengan penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut seringkali terikat pada partikel lumpur. Dengan adanya hutan mangrove di wilayah pesisir, kualitas air laut terjaga  dari endapan lumpur dan erosi. Namun saat ini di Kabupaten Pohuwato sudah banyak pendatang, yaitu masyarakat Bugis-Makassar,  yang cukup terkenal sebagai petambak handal. Bahkan, budaya tambak di Indonesia diperkirakan berasal dari Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan. Budaya tambak di Takalar sudah dimulai sejak 400 tahun lalu. Keadaan masyarakat pesisir, yang katanya mayoritas mudah dimasuki pendatang, apalagi dianggap membawa inovasi baru dalam mengelola lahan pesisir, sangat kurang memiliki potensi konflik ketika pembukaan lahan tambak dilakukan. Sehingga ditebanglah mangrove dan disulap menjadi tambak yang begitu luas menyebar diseluruh area pesisir Kelurahan Bumbulan . Selain itu adanya program kebangkitan udang oleh pemerintah, juga memperbesar potensi kerusakan hutan mangrove. Pemerintah, bahkan mengklaim potensi tambak di Indonesia, cukup besar sampai 2,9 juta hektar, yang termanfaatkan baru 682 ribu hektar. Hal ini secara sadar ataupun tidak membuka peluang besar untuk para penambak dalam merusak ekosistem hutan mangrove. Oleh karena itu, menjadi tugas kita bersama terutama rakyat Hulantalo (gorontalo) dalam mengelola dan melestarikan mangrove yang berkelanjutan untuk menyisakan sedikit oksigen untuk generasi yang akan datang.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar